Kajian Psikologi Pengarang Faisal Oddang dan Karyanya

Psikologi pengarang merupakan salah satu bentuk kajian dari bidang ilmu psikologi sastra. Bentuk kajian ini berpusat kepada kondisi kejiwaan seorang pengarang dalam proses kreatifnya untuk menghasilkan sebuah karya (Wiyatmi, 2011). Kondisi kejiwaan seorang pengarang pada umumnya cenderung lebih sensitif, peka, dan tajam terhadap sekitarnya. Kajian psikologi pengarang juga mempertemukan atau menghubungkan aspek kejiwaan dari pengarang dengan karyanya. Pengarang serta karyanya dipertemukan karena terdapat hubungan yang tidak dapat dipisahkan di antara keduanya, di mana pengarang dalam proses kreatif serta penghayatannya yang melibatkan kondisi kejiwaannya menghasilkan sebuah karya yang berlatar belakang unik, dinamis, serta baik. Karya dari sang pengarang pula memiliki hubungan yang mana dari karya tersebut mencerminkan latar belakang sang pengarang dan bagaimana sudut pandang dunia menurut pengarang itu sendiri. Faisal Oddang sebagai seorang pengarang tidak luput dari adanya hubungan antara kondisi kejiwaannya sebagai individu dengan beberapa karyanya yang saling memengaruhi satu sama lain.  

Kiprah Oddang dalam dunia sastra Indonesia sudah diakui dengan dibuktikannya berbagai prestasi yang telah ia raih meskipun masih tergolong pendatang baru. Prestasi-prestasi yang telah pria kelahiran Wajo, 18 September 19994 tersebut raih di antaranya penghargaan Cerpen terbaik Kompas tahun 2014, penghargaan ASEAN Young Writers Award 2014 dari pemerintah Thailand, pemenang ke-4 dalam Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta, dan masih banyak lagi. Kepiawaiannya dalam dunia sastra serta hingga menghasilkan karya-karya yang cemerlang tidak dapat dilepaskan dari kondisi kejiwaan dari seorang Oddang sebagai pengarang.

Pengarang diasumsikan memiliki kepekaan lebih tajam dibandingkan manusia pada umumnya di dalam kajian psikologi pengarang. Maka dari itu, kepekaan yang khusus itu melahirkan pula karya yang khusus pula serta unik sehingga menarik ketika dibaca. Oddang dalam karya-karyanya, baik dalam bentuk cerpen maupun novel, diketahui suka melibatkan serta memasukkan unsur sejarah dan budaya di dalamnya. Terutama unsur sejarah dan budaya Sulawesi Selatan yang merupakan tempat pria tersebut lahir dan dibesarkan. Keterlibatan unsur sejarah dan budaya Sulawesi Selatan dalam proses kreatif Faisal Oddang dapat dikaitkan dengan kejiwaan dari Oddang sendiri.

Faisal Oddang lahir dan tumbuh berkembang di Wajo, Sulawesi Selatan. Oddang mengungkapkan, bahwa selama ia tumbuh besar, pihak keluargnya kerap menceritakan legenda-legenda yang ada di kampung halamannya. Oddang yang ketika itu masih usia kanak-kanak mempercayai legenda-legenda tersebut dan cerita-cerita tersebut tertabung di memorinya hingga kelak ia seringkali teringat kembali akan cerita-cerita tersebut di kala dewasa. Ingatan-ingatan masa kecil Oddang tersebut mengenai legenda-legenda tanah Sulawesi membuatnya, baik secara sadar maupun tidak sadar, banyak melibatkan unsur budaya dari Sulawesi Selatan ke dalam karya-karyanya. Beberapa judul karyanya sendiri sangat mencerminkan budaya Sulawesi, seperti buku kumpulan cerita berjudul Sawerigading Datang dari Laut yang mana Sawerigading merupakan sebuah nama yang terdapat dalam cerita di kitab I La Galigo. Kemudian, cerpennya yang berjudul Di Tubuh Tarra, Dalam Rahim Pohon yang mana nama pohon Tarra identik dengan tradisi passiliran di Desa Kambira, Sulawesi Selatan. Kondisi kejiwaan pengarang dalam kasus Faisal Oddang terbukti memengaruhi proses kreatifnya.

Unsur sejarah sendiri dihadirkan oleh Oddang karena ia melihat bahwa semua hal di dunia tidak ada yang baru, tergantung terhadap perspektif kita saja yang bisa membuat sesuatu yang usang menjadi baru lagi. Dapat diinterpretasikan bahwa Oddang menganggap semua gagasan yang muncul dari pengarang bukanlah hal yang baru, tetapi menjadi baru akibat dari perspektif pengarang itu sendiri yang membuat sesuatu usang menjadi menarik. Hal tersebut sejalan dengan kaidah-kaidah yang terkandung di dalam ilmu psikologi pengarang.

Pinsip yang dipegang oleh Oddang mengenai perspektif tercermin di setiap karyanya, di mana meskipun melibatkan unsur-unsur sejarah yang terkesan usang, ia mengolah sejarah tersebut menjadi baru dengan mengganti perspektif lain dari sejarah yang selama ini terabaikan karena menurut Winston Churchill sejarah ditulis oleh pemenang. Maka dari itu, sejarah yang dilibatkan Oddang di dalam karyanya menggunakan perspektif dari mereka yang bukan pemenang atau dari perspektif lain yang tidak tersentuh oleh sejarah tersebut. Contohnya di novelnya yang berjudul Tiba Sebelum Berangkat (1) dan Puya ke Puya (2). Novel pertama melibatkan sejarah pemberontakan DI/TII yang selama ini tertulis di sejarah hanya sebuah pemberontakan antara KGSS dengan APRIS, tetapi dalam novel diperlihatkan sudut pandang dari merek yang terdampak, seperti warga sipil serta komunitas Bissu. Oddang juga mengangkat kembali hal ini dalam cerpennya yang berjudul Siapa Suruh Sekolah di Hari Minggu?.

Selanjutnya, di novel kedua, Oddang mempertunjukkan sudut pandang (perspektif) suku Toraja dengan budayanya yang mana ketua adat suatu kampung di tanah Toraja haruslah dimakamkan dengan upacara yang besar-besaran. Oddang membangun perspektif baru serta pertanyaan dari hal tersebut dengan memunculkan tokoh Allu Ralla yang menolak mengadakan upacara adat pemakaman ayahnya yang merupakan ketua adat karena masalah finansial. Perspektif tersebut membuat budaya serta sejarah dari suku Toraja dapat menjadi gagasan penting dalam berkarya sehingga menarik untuk dibaca.

Faisal Oddang pun memiliki kecenderungan menyukai sesuatu yang lugu karena ia menganggap bahwa keluguan tersebut menciptakan gagasan yang unik serta menarik. Oddang menganggap sesuatu yang sistematis dan terstruktur merupakan hal yang merusak sebuah keluguan. Ketertarikan Oddang terhadap keluguan ditunjukkan dengan tokoh Rahing yang terdapat dalam cerpennya berjudul Siapa Suruh Sekolah di Hari Minggu?. Keluguan Rahing ditunjukkan dalam kutipan monolog berikut.

AYAH pernah bilang saya akan ditembak kalau tentara tangkap saya. Ayah pasti sudah berdosa karena bohong, karena tentara tidak tembak saya. Tentara bilang akan kasih permen, kalau mau cerita kenapa saya memotong leher kakak saya. Saya juga nanti dilepas dan dibiarkan pulang ke hutan. Saya jadi senang karena besok hari Minggu dan saya akan diberi hadiah oleh Guru Semmang karena saya sudah hafal doa sebelum tidur.

Dapat disimpulkan terdapat 3 aspek yang melatarbelakangi kondisi kejiwaan dari Faisal Oddang dalam proses kreatifnya, yaitu (1) tabungan cerita yang terpendam, (2) perspektif pengarang, dan (3) imajinatif yang lugu. Terbukti bahwa karya-karya yang Oddang hasilkan menunjukkan kejiwaan-kejiwaan unik yang terdapat di dalam pikiran Oddang sehingga dari kejiwaan tersebut menghasilkan karya yang unik serta khas mencerminkan kondisi kejiwaan pengarang karya itu sendiri.

 

Komentar

Postingan Populer