Hujan Bersama Esok dan Lail - Resensi Novel “HUJAN” Karya Tere Liye


Tere Liye, dengan nama asli Darwis, merupakan penulis senior di dunia sastra Indonesia. Tere Liye lahir di Lahat, Sumatera Utara pada tanggal 21 Mei 1979 dan merupakan anak ke-6 dari 7 bersaudara. Tere Liye mulai menulis sejak Sekolah Dasar (SD), tetapi karyanya pertama kali dimuat di media massa, yaitu saat ia masih duduk di kelas 2 SMA. Tulisannya pertama kali dimuat di Lampung Post dan Tere Liye setelahnya mulai rajin menulis. Tere Liye adalah alumni dari Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia dan Tere Liye selain menjadi seorang penulis juga berprofesi sebagai seorang akuntan. Tere Liye telah menerbitkan banyak karyanya ke publik, yaitu Hafalan Shalat Delisa (2005), Bidadari-Bidadari Surga (2008), Ayahku (Bukan) Pembohong (2011), dan seterusnya. Buku Hujan karya Tere Liye merupakan buku ke-25 beliau yang telah diterbitkan. Sebagai seorang penulis senior di dunia sastra tanah air, beberapa penghargaan telah didapatkan oleh Tere Liye, beberapa penghargaan tersebut, yaitu kategori Writer of The Year di IKAPI Award tahun 2016, penghargaan Buku Islami Terbaik Fiksi Dewasa di Islamic Book Award tahun 2017, dan lain sebagainya. 


Judul Buku                  : Hujan

Pengarang                   : Tere Liye

Jumlah Halaman         : 320 halaman

Berat                           : 400 gr

Jenis Cover                 Soft cover

Penerbit                       : Gramedia Pustaka Utama

Tahun Terbit               : 2016

Harga Normal             : Rp78.000

ISBN                           : 9786020324784

            Novel Hujan karya Tere Liye kali ini, bercerita tentang sepasang manusia, Lail dan Esok, yang bertemu pertama kali setelah bencana mengerikan di bumi terjadi. Lail, seorang gadis berusia 21 tahun, adalah salah satu tokoh utama di dalam novel yang berstatus yatim piatu sejak bencana mengerikan tersebut terjadi saat ia masih berusia 13 tahun, bencana letusan gunung berapi purba berskala 8 VEI (volcanic explosivity index). Kemudian, ada Esok, lelaki berusia 23 tahun dan merupakan seorang yatim yang memegang peranan penting di kehidupan Lail. Sesosok lelaki yang menyelamatkan Lail dengan memegang tas punggung Lail di lubang tangga darurat kereta bawah tanah. Sesosok lelaki yang menjemput Lail dengan sepeda merahnya sebelum turun hujan asam. Sesosok lelaki yang menjadi teman baik Lail selama di tenda pengungsian. Detik di mana seorang Lail menjadi yatim piatu dan takdir dengan baiknya mendatangkan Esok di kehidupannya.

Lail menyukai hujan. Menurutnya hujan selalu menjadi saksi bisu setiap kenangan penting Lail, baik kenangan baik maupun kenangan buruk. Menurut Maryam, sahabat Lail, ia paham mengapa Lail menyukai hujan. Karena hujan itu seperti kenangan. Ketika hujan datang, kita hanya bisa menunggu hingga tetesan airnya berhenti. Begitupun dengan kenangan. Selain itu, hujan juga selalu mengingatkan Lail tentang Esok, goda Maryam selanjutnya. Lail, yang selalu kesal dengan godaan dari Maryam terhadapnya mengenai Esok, memukul Maryam dan mereka berdua berakhir kejar-kejaran. Lail yang tidak memedulikan perasaannya. Lail yang tidak punya nyali untuk menghubungi Esok. Hingga Lail tersadar, bahwa ia telah benar-benar jatuh cinta. Hingga Lail tersadar, bahwa hujan bukan lagi hal yang ia suka.

Analisis Unsur Intrinsik

            Tere Liye dalam novelnya yang berjudul Hujan ini hendak mengangkat tema roman agaknya. Meskipun tema roman mendominasi sebagian cerita, tetapi di bagian akhir novel diberikan narasi mengenai nasihat kehidupan. Selain itu, isu-isu masalah lingkungan juga sering Tere Liye libatkan di dalam novel ini. Maka dari itu, dapat disimpulkan di dalam novel ini mengusung 3 macam tema, yaitu roman, kehidupan, dan lingkungan. Tere Liye berhasil menggabungkan ketiga tema tersebut menjadi kesatuan novel utuh yang apik. Kemudian untuk penokohan, di dalam novel ini terdapat berbagai macam tokoh dengan watak khas mereka masing-masing yang disajikan oleh Tere Liye. Mulai dari Esok, Lail, Maryam, Elijah, dan seterusnya. Berikut beberapa penokohan tokoh di dalam novel yang menurut saya menonjol di dalam cerita dan ikut andil cukup besar dalam menjalankan plot novel

1.      Lail, sebagai tokoh utama, disajikan oleh Tere Liye dengan tidak menjadikan Lail sebagai manusia serba bisa dan terkesan sempurna layaknya protagonis pada umumnya di dalam beberapa cerita fiksi. Tere Liye memanusiakan tokoh Lail yang memiliki sifat baik dan buruk layaknya manusia di dunia nyata. Ada kalanya Tere Liye menunjukkan sifat baik Lail yang dermawan seperti dikutip dari dalam novel Hujan halaman 188

Uang ini jauh lebih berguna bagi panti sosial. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi satu-dua tahun kedepan, bisa saja kota kita mengalami musim dingin ekstrem. Uang ini bisa digunakan untuk membeli selimut, makanan, apa saja untuk keperluan penghuni panti.”

Lalu, Tere Liye juga menunjukkan sifat buruk Lail yang egois selalu tidak mau menghubungi Esok terlebih dahulu dengan alasan bahwa Esok tidak pernah menelpon Lail ditengah kesibukannya di universitas seperti di kutipan berikut halaman 271 di dalam novel Hujan

Sejak pengumuman kelulusan minggu lalu, sudah beberapa kali Lail hendak memberi tahu Esok lewat telepon. Tapi itu tidak dia lakukan. Bukankah Esok juga tidak pernah menelponnya setahun terakhir?

2.      Esok di dalam novel hanya mendapatkan perincian karakter atau wataknya dari narasi ataupun deskripsi dari tokoh lain. Esok di dalam novel sering mendapat deskripsi di dalam novel bahwa dia adalah orang yang cerdas dan rajin serta tekun. Esok juga orang yang gemar membantu.

Marinir itu mengenal Esok. Anak laki-laki usia lima belas tahun yang membantu apapun yang dia bisa di tenda pengungsian. (hal. 52)

Dia belajar dengan cepat. Sebelum bencana gunung meletus, Esok adalah murid terbaik di sekolah. Setelah gempa, baginya stadion itu menjadi tempat belajar dan bertualang baru. (hal. 61)

3.      Maryam, sahabat dekat Lail, paling sering mendapatkan deskripsi di dalam novel baik secara penampilan fisik maupun karakter atau tokohnya. Berikut salah satu kutipan di dalam novel yang mendeskripsikan penampilan fisik Maryam

Petugas tertawa melihat wajah Maryam yang jerawatan, kusut, rambut kribo acak-acakan bangun tidur, di layar tipis komputer meja kerjanya. (hal.165)

Kemudian untuk watak atau karakter, Maryam memiliki watak pemberani, cuek, tidak peduli, konyol, dan dermawan. Dia yang selalu menarik Lail dari zona nyaman dan mencoba berbagai hal yang mengasyikkan menurut Maryam.

Tapi berlari lima puluh kilometer, di tengah hujan badai, di lembah terisolasi adalah gila! Aku tidak akan mengotorisasi tindakan nekat seperti itu.” “Iya. Itu memang gila!” Maryam menjawab gagah. “Hanya cara gila itu yang tersisa sekarang...” (hal. 148)

Maryam yang selama ini selalu cuek, tidak peduli, menyeka ujung matanya yang basah saat menerima penghargaan. (hal. 174)

4.      Elijah adalah seorang fasilitator yang melayani Lail ketika akan menghapus ingatan menyakitkannya di Pusat Terapi Saraf. Dia adalah orang yang mendampingi Lail dalam bercerita mengenai kenangannya sebelum peta syaraf terbuat. Elijah memiliki watak atau karakter yang penasaran dan tidak profesional dalam pekerjaan. Namun, pengalamannya yang sudah lama bekerja melayani penghapusan kenangan menyakitkan membuatnya memiliki segudang nasihat kehidupan untuk setiap pasien yang dia tangani.

Elijah mengembuskan napas. “Baik. Tapi izinkan aku menyampaikan ini, Lail. Anggap saja aku ibumu. Seorang ibu yang akan memberikan nasihat terakhir kali.” (hal. 308)

Elijah bertanya tidak sabaran. Dia telah melupakan tugasnya yang hanya fasilitator, perantara bagi bando logam. Dia menunggu kelanjutan cerita. (hal. 253)

Alur yang ada di dalam novel termasuk ke dalam jenis alur campuran (progresif-regresif). Kemudian untuk latar waktu mengambil waktu dari tahun 2042 hingga tahun 2050, sedangkan untuk latar suasana didominasi suasana yang menyedihkan karena Lail yang ingin menghapus kenangan menyakitkannya di Pusat Terapi Saraf. Sudut pandang yang digunakan di dalam novel adalah sudut pandang orang ketiga serba tahu. Dan terakhir, gaya bahasa yang digunakan Tere Liye adalah bahasa yang sederhana dan dia jarang menggunakan bahasa ambigu di dalam novel.

Analisis Unsur Ekstrinsik

Tere Liye, dengan nama asli Darwis, merupakan penulis senior di dunia sastra Indonesia. Tere Liye lahir di Lahat, Sumatera Utara pada tanggal 21 Mei 1979 dan merupakan anak ke-6 dari 7 bersaudara. Tere Liye mulai menulis sejak Sekolah Dasar (SD), tetapi karyanya pertama kali dimuat di media massa, yaitu saat ia masih duduk di kelas 2 SMA. Tulisannya pertama kali dimuat di Lampung Post dan Tere Liye setelahnya mulai rajin menulis. Tere Liye adalah alumni dari Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia dan Tere Liye selain menjadi seorang penulis juga berprofesi sebagai seorang akuntan.

Di dalam novel terdapat tiga nilai yang dapat saya ambil, yaitu nilai moral, nilai budaya, dan nilai sosial yang masing-masing bisa menjadi tambahan pengetahuan untuk para pembaca. Nilai moral yang terkandung di dalam novel ini seperti yang dikatakan Elijah sebelum memastikan Lail setuju untuk menghapus kenangan buruknya bahwa bukan melupakan kenangan buruk tersebut yang menjadi masalah. Tapi cara kita sebagai manusia untuk menerima kenangan buruk tersebut. Barangsiapa yang bisa menerima, maka dia akan bisa melupakan, hidup bahagia. Tapi jika dia tidak bisa menerima, dia tidak akan pernah bisa melupakan. Kemudian kutipan yang dibaca oleh Maryam bahwa bukan seberapa lama umat manusia bisa bertahan hidup sebagai ukuran kebahagiaan, tapi seberapa besar kemampuan mereka memeluk erat-erat semua hal menyakitkan yang mereka alami. Nilai budaya yang ditunjukkan adalah ketika masyarakat yang terjebak di lorong kereta bawah tanah mendahulukan anak kecil untuk dievakuasi terlebih dahulu daripada orang-orang dewasa lalu kebiasaan manusia yang memiliki tingkat fertilitas tinggi seperti dinyatakan di bagian awal novel. Dan terakhir, nilai sosial yang bisa diambil adalah ketika seluruh umat manusia di bumi bergotong royong untuk saling membantu ketika bencana hebat berupa letusan gunung berapi, gempa, dan tsunami membabat habis umat manusia di bumi. Bisa juga menjadi pelajaran bagi pembaca agar tidak egois mementingkan kepentingan kelompoknya sendiri seperti di dalam novel di mana negara subtropis dengan egois melemparkan emisi anti gas sulfur dioksidan agar cuaca di negaranya membaik. Begitu pun negara tropis yang melakukan hal sama agar cuaca di negaranya kembali normal. Akibat dari keegoisan mereka menimbulkan dampak yang berbahaya bagi mereka semua yang menimbulkan lapisan atmosfer bumi rusak.

 

Kesimpulan

            Dapat disimpulkan novel Hujan karya Tere Liye ini patut diberikan jempol karena berhasil membuat pembaca hanyut di dalam ceritanya. Gaya penulisan Tere Liye yang sederhana, cara Tere Liye mendeskripsikan teknologi di masa depan yang mudah, dan konflik cerita yang ringan untuk dibaca membuat buku ini layak dibaca berbagai kalangan umur. Selain pembawaan novel yang ramah untuk pembaca, Tere Liye memberikan nasihat kehidupan yang tak kalah penting juga bagi pembaca. Nasihat disampaikan secara tertulis sehingga pembaca awam sekalipun tidak kesulitan dalam menafsirkan makna apa yang bisa dia ambil dari novel Tere Liye kali ini. Untuk kesekiankalinya Tere Liye berhasil menyalurkan pikirannya menjadi sebuah karya yang selain bernilai estetis juga memiliki makna sederhana dan mendalam bagi para pembacanya.

Komentar

Postingan Populer